Ketika Kasih Harus Berkorban

 Bulan Februari dikenal banyak orang sebagai hari Valentine; hari dimana orang-orang tanpa batasan usia saling menunjukkan kasih sayang. Ada yang menunjukkannya dengan setangkai bunga mawar, ada yang menunjukkannya dengan sekotak coklat/permen, ada yang menunjukkannya dengan makan malam romantis, dsb. Peluang ini dimanfaatkan sedemikian rupa oleh dunia bisnis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya, melalui penjualan kartu ucapan, bunga, kado, restoran, dll.

Namun ada sebagian orang merayakan hari Valentine dengan cara yang najis di hadapan Tuhan. Mereka bukan lagi menunjukkan kasih sayang, namun mereka mengumbar hawa nafsu. Mereka mengadakan pesta seks dengan bergonta-ganti pasangan. Dan jelas hal ini sudah sangat menyimpang dari makna hari Valentine itu sendiri.

Mari kita lihat apa latar belakang perayaan hari Valentine. Menurut legenda, hari Valentine diambil dari nama seorang rohaniawan Kristen yang bernama St. Valentine. Ia hidup pada sekitar abad ke 6 pada masa pemerintahan kaisar Romawi Claudius II. Kaisar Claudius II berpikir bahwa untuk mencetak prajurit yang tangguh, para pemuda sebaiknya dilarang untuk menikah agar dapat berfokus pada tugas dan tanggung jawabnya sebagai prajurit. Oleh sebab itu, ia mengeluarkan peraturan yang melarang semua pemuda untuk menikah. Peraturan itu membuat banyak pemuda patah hati. Namun St. Valentine tidak menyetujui peraturan sang kaisar. Diam-diam, ia melangsungkan pernikahan pasangan muda-mudi yang saling jatuh cinta sampai pada suatu hari, perbuatan St. Valentine diketahui oleh Kaisar Claudius II. Ia sangat marah dan memerintahkan agar St. Valentine ditangkap dan dieksekusi. Di dalam penjara, St. Valentine jatuh cinta kepada putri dari kepala penjara. Pada tanggal 14 Februari, hari dimana St. Valentine akan dieksekusi hukum mati, ia menulis sepucuk surat cinta kepada gadis idamannya ini, dengan tanda tangan “From your Valentine” (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Valentine’s_Day). Sejak itulah, kisah cinta dan upaya St. Valentine menyelamatkan cinta para pasangan muda dirayakan setiap tanggal 14 Februari.

Bagaimana dengan orang Kristen? Apakah kita juga boleh merayakan hari Valentine? Jika hari Valentine kita pandang sebagai hari kasih sayang, tanpa mendewakan manusia tertentu. Maka sebaiknya setiap hari orang Kristen adalah hari Valentine; hari dimana kita mempraktekkan kasih Allah dan menunjukkan kasih  kepada sesama kita. Biar orang dunia bisa melihat Bapa di Surga yang adalah kasih di dalam hidup kita sehari-hari (1 Yoh 4:7-21 Allah adalah kasih).

Di dalam kehidupan kita ada 3 tingkatan praktek kasih:

#1 Kasih Bersyarat
Kasih jenis ini adalah kasih tingkat pertama, dimana seseorang hanya mau mengasihi orang lain jika ia mendapat kasih dari orang tersebut terlebih dahulu. Jika tidak, maka ia akan duduk diam, pasif, tidak menunjukkan kasih apa pun. Orang yang memiliki kasih bersyarat sering berkata, “kalau dia baik sama saya, saya juga akan baik sama dia, tapi kalau dia jahat sama saya, saya akan lebih jahat sama dia.” Sekilas ia kelihatan cukup fair, namun orang seperti ini adalah orang yang masih hidup terkungkung di zaman Perjanjian Lama, mata ganti mata, gigi ganti gigi. Orang seperti ini biasanya suka hitung-hitungan, apa untungnya buat saya?

#2 Kasih Motivasi
Kasih jenis ini adalah kasih tingkat kedua, dimana seseorang mengasihi orang lain karena ada motivasi tertentu, ada maunya. Ini sangatlah alamiah, dan jangan pandang ini sebagai kasih yang buruk. Lebih baik kita mengejar sesuatu yang kita kehendaki dengan cara menunjukkan kasih atau sikap baik daripada dengan cara yang tidak menyenangkan.

Tetapi jika kasih kita tidak kian bertumbuh dewasa, maka kita akan di-cap orang dengan label yang tidak baik, kalo ada maunya baru baik, kalo tidak, huh..., habis manis sepah dibuang. Pada saat itu, kita bukan hanya mencoreng reputasi kita sendiri, namun kita menjadi batu sandungan buat orang lain.

#3 Kasih Meskipun
Kasih jenis ini adalah kasih yang tertinggi. Orang yang memiliki kasih ini tetap menunjukkan kasihnya meskipun orang yang ia kasihi itu tidak pantas untuk menerima kasih darinya, meskipun orang yang ia kasih itu telah menyakiti hatinya, meskipun orang yang ia kasihi itu tidak membalas kasihnya, air susu dibalas air tuba.

Kristus mengasihi kita dengan kasih “meskipun”. Dia tetap mengasihi kita meskipun kita masih berdosa (Roma 5:8). Dia tetap mengasihi kita meskipun kita masih bermusuhan dengan Allah (Roma 5:10). Kasih-Nya dinyatakan bukan hanya dengan kata-kata saja, melainkan dengan tindakan nyata, mati di atas kayu salib untuk menebus dosa saudara dan saya.

Roma 5:8
Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

Roma 5:10
Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!

Penebusan dosa yang Kristus lakukan di atas kayu salib membuktikan betapa Dia mengasihi saudara dan saya. Kita ditebus bukan karena kesalehan kita, bukan juga karena kekayaan dan kecakapan kita, namun karena Dia tahu, kita tidak bakalan sanggup menanggung upah dosa yang kita pikul. Dia tidak mau melihat kita binasa dalam penghukuman dosa. Itulah sebabnya, Dia dalam segala kemuliaanNya rela datang ke dunia, mengosongkan diriNya mengambil rupa sebagai manusia berdosa, supaya kita bisa diselamatkan. Itulah kasih agape; kasih meskipun.

Sekarang, kasih seperti apa yang mau kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari? Jika kita memang lahir dari Allah dan mengenal Allah, maka kita akan mempraktekkan kasih karena Allah yang kita sembah adalah kasih (1 Yoh 4:7-8). Ketika Tuhan Yesus ditanya tentang keutamaan dalam hukum Taurat, maka ia menekankan tentang totalitas kasih kepada Allah dan sesama manusia (Matius 22:34-40).

Matius 22 : 34 - 40 Hukum yang terutama
34 Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka 35 dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: 36 "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" 37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. 40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."

Bahkan ciri kasih adalah tanda lahir baru setiap orang percaya, yang menandakan bahwa ia adalah anak-anak Allah (Mat 5:45). Kita diperintahkan untuk mengasihi sesama kita dengan standar kasih dari Bapa di Surga (Mat 5:46-48). Jika kita mau mewarnai dunia ini, marilah kita warnai dengan kasih Allah mulai dari sekarang.

No comments:

Post a Comment